Rabu, 15 Oktober 2014

Refleksi Filsafat : Perjalanan Menuju Lautan Kontemporer

Terinspirasi dari perkuliahan Filsafat Ilmu
oleh Prof. Dr. Marsigit, MA
pada hari Kamis, 10 Oktober 2014


Direfleksikan oleh:
Dewi Widowati
14709251084
PMat A PPs UNY 2014

            Objek filsafat termasuk filsafat ilmu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada itu memiliki tak terhingga sifat dan sifatnya berdimensi. Salah satu sifat dari sekian banyak itu adalah apakah dia bersifat tetap atau apakah dia bersifat berubah. Sejak awal manusia memikirkannya maka manusia sudah menemukan, selalu bertanya yang ada dan yang mungkin ada (the existence). Yang tetap adalah pendapat Permenidas dan yang berubah adalah pendapat Heraclitos. Hingga dikenal Permenidasian dan Heraclitosian. Itu semua akan mengalir ke lautan kontemporer.
            Sesuatu yang menonjol dari apa yang tetap itu sejalan dengan apa yang ada di dalam pikiran (idealism) sedangkan yang berubah itu adalah apa yang ada di luar pikiran (realism). Idealisme dipelopori oleh Plato dan realism dipelopori oleh Aristoteles. Apabila dilihat dari segi jumlah maka jumlah satu (relative tetap) termasuk Permenidasian. Bentuk spiritual satu adalah Tuhan, maka akan menghasilkan monism. Kalau dua akan menghasilkan dualism. Pancasila termasuk dualism; hablumminallah dan hablumminannas. Banyak termasuk ke dalam pluralism, dia termasuk Heraclitosian. Kita hidup dalam lautan kontemporer.
            Belajar filsafat adalah menapak tilas ide para filsuf. Yang tetap juga ada, yang berubah juga ada sampai sekarang. Menurut Immanuel Kant, “Jika engkau ingin melihat dunia, maka tengoklah pikiranmu”. Karena dunia termasuk apa yangk kita pikirkan. Yang tetap ada di dalam pikiranmu, menghasilkan ratio, hingga aliran rationalism dengan tokohnya Rene Descartes. Dan yang berubah adalah pengalamanmu yang melahirkan aliran empirisme dengan tokohnya David Hume. Perminidas mengatakan “Tiadalah sesuatu yang berubah”.Semua bersifat tetap. Manusia tetap manusia. Langit tetap langit. Heraclitos mengatakan “Tiadalah yang tetap, segala sesuatu itu berubah”.
            Jaman dimana munculnya aliran rasionalisme dan empirisme disebut jaman modern. Jaman sekarang ini merupakan jaman post-post modern (kontemporer). Pada abad 1300-1500 Masehi disebut dengan abad kegelapan. Pada abad tersebut orang tidak dapat menyebut kebenaran. Pada saat tersebut gereja menyebutkan dunia sebagai pusat, dan yang lain sebagai gembala-gembala yang mengitari. Semua berpusat pada bumi. Hingga akhirnya muncullah Copernicus, yang berpendapat sebaliknya, menjungkirbalikkan gagasan yang dibuat oleh gereja. Barulah saat itu muncul pendapat dari Rene Descartes yang berpendapat, “Tiadalah ilmu kalau tanpa berdasarkan rasio” dan pendapat David Hume, “Tiadalah ilmu kalau tanpa berdasarkan pengalaman”.
            Kemudian datanglah seorang Immanuel Kant sebagai juru tengah. Rasio bersifat analitik dan pengalaman bersifat sintetik. Analitik itu konsisten (identitas). Sintetik itu kontradiksi. Analitik itu koheren. Matematika itu koheren. Konsep aku = aku hanya ada di dalam pikiran kita. Rasio selain bersifat sintetik dia juga bersifat apriori, maksudnya dapat dipikirkan. Sintetik itu bersifat aposteriori, maksudnya ialah aku bisa memikirkan apabila telah bisa dilihat. Menurut Kant apabila digabungkan akan menjadi analitik apriori, analitik aposteriori, sintetik apriori, dan sintetik aposteriori. Sintetik apriori berdasarkan pengalaman dan logika. Analitik aposteriori tidak bisa sejalan.
            Ilmu termasuk ilmu matematika seharusnya bersifat sintetik apriori, dibangun berdasarkan pengalaman, tetapi juga dengan logika. Pengalaman menghasilkan intuisi. Intuisi menghasilkan kategori. Karena mempunyai pikiran logis, seseorang bisa memaknai pengalaman. Filsafat Immanuel Kant ditulis dalam tulisan “The Critic of Pure Reason”. Bangunan matematika menurut RME, mulai dari intuisi ke model, kembali ke model, formal, tingkat tertinggi adalah spiritual bila dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Ilmu yang kita peroleh mendukung spiritualitas kita.

            Dalam ilmu sosial (sosiologi), kehidupan manusia dibedakan mulai dari terendah yaitu archaic, tribal, tradisional, feodal, modern, post-modern, hingga saat ini yaitu power now. Power now saat ini menguasai dunia, tokohnya dari Amerika. Power now menghasilkan kapitalisme, hedonism, utilitarianisme, materialism dan pragmatism. Konsep ini sampai di ASEAN yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Indonesia tidak memiliki daya upaya menghadapi himpitan dari MEA. Inilah kondisi global yang menekan kehidupan di Indonesia.  Konsep ideal yang diinginkan di Indonesia adalah konsep material (dasar), formal, normatif, hingga pada level spiritual (tertinggi). Namun pihak-pihak luar (Amerika) tidak menggubrisnya hanya mementingkan sisi materialnya saja.

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates